Masyarakat
bermimpi untuk sebuah kepastian tentang bagaimana hukum harus ditegakkan disaat
lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menegakkan hukum tersebut dilemahkan
oleh ulah penguasa yang mempunyai kepentingan, banyak kasus korupsi yang harus
dihentikan dengan dalil kurang alat bukti sehingga terpaksa masyarakat harus gigit jari melihat koruptor
melenggang lolos dari jeratan jaring hukum, jujur masyarakat sudah mulai lelah
dan muak melihat sandiwara hukum di Republik ini.
Masih
teringat jelas bagaimana sang nenak renta yang miskin yang menangis karena
harus meringkuk di terali besi setelah di vonis 1 tahun hanya karena mengambil
potongan-potongan kayu yang akan dipergunakan memasak untuk mengisi perutnya
yang lapar. Adil….?? Apakah keadilan itu…? Meminjam pengertian keadilan menurut
Aristoteles bahwa “keadilan
adalah kelayakan dalam tindakan manusia”. Apakah disini masih ada
kelayakan disaat para koruptor mencuri uang
rakyat dikarenakan keinginan pemenuhan nafsu materialistis dan konsumtif yang
dimilikinya. Melihat kadaan yang timpang antara orang yang berduit dan orang
yang tak mampu, maka tidak salah ada adigium hukum itu tajam kebawah dan tumpul ke atas.
Pada umumnya tujuan hukum adalah
menciptakan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Apa yang adil dan baik
merupakan hukumnya hukum (equum et bonum est lex legum). Sehingga dapat
dikatakan hakekat utama dari hukum adalah menciptakan keadilan. Keadilan Hukum
Merupakan hak setiap warga negara yang harus dijamin dan dilindungi negara.
Bahkan hak keadilan hukum ini ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang
sama didepan hukum.
Praktiknya dalam
masyarakat proses penegakan hukum yang dilaksanakan dirasakan masih jauh dari
rasa keadilan masyarakat. Keadilan hukum yang muncul lebih bersifat legal-formal, keadilan yang
berdasarkan teks-teks tertulis yang ada dalam undang-undang (rule bound). Terkadang keadilan
prosedural yang tertuang dalam undang-undang belum atau bahkan mencederai nilai
keadilan tersebut. Seperti kasus yang dialami oleh Ni Komang Kenten dikarenakan
terhimpit kebuhan hidupnya melakukan pencurian kayu bakar dan diproses melalui
pengadilan dan dikenakan hukuman yang cukup berat. Sebanarnya apabila kita
melihat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, jelas
disebutkan fakir miskin dan anak
terlantar dipelihara oleh negara. Apabila terjadi pencurian karena mereka
kelaparan, maka yang paling utama dipersalahkan adalah negara, dikarenakan
negara tidak melaksanakan konstitusi untuk memelihara dan menjamin
kesejahteraan mereka. Sehingga pencuri tersebut dibebaskan demi hukum karena
kesalahan negara yang tidak memelihara mereka. Sebenarnya pertimbangan
keadaan/kondisi tersangka dalam penjatuhan pemidanaan telah diatur dalam RUU
KUHP yang dalam Pasal 52 ayat (2) menyatakan bahwa “Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat atau keadaan pada waktu
dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian, dapat dijadikan dasar
pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan
mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan”.
………………..masihkah
ada keadilan hukum di republik ini???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar