Kepemerintahan yang Baik
System pemerintahan yang baik adalah
partisipasi yang menyatakan bahwa semua anggota institusi governance memiliki suara dalam mempengaruhi pembuatan keputusan. Hal
ini merupakan fondasi legitimasi dalam sistem demokrasi. Prosedur dan metode
pembuatan keputusan harus transparan, agar memungkinkan terjadinya partisipasi
efektif. Siapa saja yang dipilih untuk membuat keputusan dalam pemerintah,
organisasi bisnis, dan organisasi masyarakat sipil harus bertanggung jawab
kepada public, serta kepada institusi stakeholders. Institusi governance harus efesien dan efektif
dalam melaksanakan fungsi-fungsinya, responsif terhadap kebutuhan rakyat,
memfasilitasi dan memberi peluang daripada mengontrol, melaksanakan sesuai dengan
peraturan perundangan.
UNDP (United Nation Development Program) sebagaimana dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara (2000:7) mengajukan karakteristik good governance, sebagai berikut.
1. Participation. Setiap warga Negara mempunyai hak
suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
intermediasi lembaga legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti
itu dibangun atas kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi
secara konstruktif.
2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan
dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia.
3. Transparency. Transparasi dibangun atas dasar
kebebasan arus informasi. Proses-proses, lembaga-lembaga, dan informasi secara
langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat
dipahami dan dapat dimonitor.
4. Responsiveness. Lembaga-lembaga dan proses-proses
harus mencoba untuk melayani stakeholders.
5. Consensus orientation. Good governance menjadi perantara
kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan-pilihan terbaik bagi
kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun
prosedur-prosedur.
6. Equity. Semua warga Negara bail laki-laki
maupun perumpuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan mereka.
7. Effectiveness and efficiency. Proses-proses
dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai denganapa yang telah digariskan sesuai
dengan sumber-yang tersedia sebaik mungkin.
8. Accountability. Para pembuat keputusan dalam
pemerintahan,sektor swasta maupun masyarakat sipil bertanggung jawab kepada publik
dan lembaga-lembaga stakeholders. Akuntabilitas
ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah
keputusan untuk kepentingan eksternal atau internal organisasi.
9. Strategic vision. Para pemimpin dan publik
harus mempunyai perspektif good
governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh kedepan, sejalan
dengan apa yang dibutuhkan untuk membangun semacam itu.
Dengan demikian, kepemerintahan yang baik dapat disimpulkan sebagai pemerintahan yang mampu mempertanggungjawabkan segala sikap, perilaku dan kebijakan yang dibuat, baik secara politik hukum maupun ekonomi dan di informasikan secara terbuka kepada publik. Selain itu, juga membuka kesempatan publik untuk melakukan pengawasan (kontrol) dan jika dalam praktiknya telah merugikan kepentingan rakyat, dengan demikian harus mampu mempartanggungjawabkan dan menerima tuntutan hukum atas tindakan tersebut.
Dengan demikian jelaslah bahwa untuk
menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, pemerintah harus memiliki
perilaku bertanggung jawab, sekaligus menciptakan mekanisme akuntabilitas
maupun struktur kelembagaan bagi berkembangnya partisipasi masyarakat
(nisjar,1997:124). Melalui penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik,
pemberdayaan kapasitas lokal dapat diwujudkan.
Paradigma kepemerintahan yang baik
menuntut setiap pejabat public (politisi dan birokrasi publik) harus dapat
bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan segala sikap, perilaku, dan
kebijakannya kepada publik dalam bingkai melaksanakan apa yang menjadi tugas
pokok, fungsi, wewenang, dan bertanggung jawab yang diberikan kepadanya. Segala
sikap, tindakan, dan kebijakan pemerintah harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat,
karena disamping sebagai pemegang kedaulatan yang tertinggi Negara, rakyat juga
sebagai pemilik sumber daya pembangunan termasuk kekuasaan yang diberikan
kepada pemerintah didalam menjalankan pemerintahan, pembangunan, pelayanan publik.
Pertanggungjawaban para pemegang kekuasaan
kepada yang memberi kekuasaan, di samping agar rakyat dapat mengetahui apa yang
dilakukan oleh mereka, sekaligus rakyat dapat melakukan kontrol atas apa yang
dilakukan oleh pemegang kekuasaan tersebut. Mekanisme pertanggung jawaban tadi,
hakikatnya sebagai “media kontrol” rakyat terhadap politisi dan birokrasi publik
dalam menjalankan apa yang menjadi tugas dan fungsinya. Disamping itu,
pertanggungjawaban tadi merupakan pencerminan, apakah para politisi dan birokrasi
dalam menjalankan tugas dan fungsinya telah berjalan demokratis. Demokrasi oleh
Lincoln dalam Darwin (1995:181) diartikan sebagai government of the people, by
the people, for the people. Pengertian ini mengandung maksud dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik, para penguasa harus
bertanggung jawab kepada rakyat dan memerintah atas nama rakyat. Kekuasaanpun diperoleh
melalui kompetisi atau sistem pemilihan yang bebas dan terbuka. Karena itu, setiap
orang yang mempunyai hak yang sama memperoleh kekuasaan secara demokratis. Government of the people dan by the people
lebih mengarah pada demokrasi proses atau prosedur mekanisme politik yang
demokratis (melibatkan publik). Sedang Government
for the people lebih mengacu pada substansi (mekanisme politik yang
ditujukan untuk memenuhi kepentingan public). Artinya, dalam setiap pembuatan kebijakan
public, substansi dari kebijakan publik tadi harus berpihak pada kepentingan
publik. Dengan demikian, maka pemerintah yang demokratis dapat disimpulkan
sebagai pemerintahan (politis dan birokrasi publik) yang dalam proses maupun
hasil keputusan benar-benar mencerminkan atau mewakili kepentingan, aspirasi,
dan keinginan rakyat yang diwakilinya.